Perbedaan Antara Visum Kecelakaan Lalu Lintas dan Visum Biasa: Apa yang Perlu Anda Ketahui


Jika Anda pernah mendengar tentang visum kecelakaan lalu lintas dan visum biasa, mungkin Anda bertanya-tanya apa sebenarnya perbedaannya. Sebenarnya, kedua jenis visum ini memiliki perbedaan yang cukup signifikan dalam prosesnya.

Visum kecelakaan lalu lintas adalah prosedur medis yang dilakukan untuk mengidentifikasi dan mendokumentasikan cedera yang dialami korban kecelakaan lalu lintas. Dr. Susanto, seorang ahli forensik dari RS Cipto Mangunkusumo, menjelaskan bahwa visum kecelakaan lalu lintas biasanya dilakukan di rumah sakit atau tempat kejadian perkara.

“Visum kecelakaan lalu lintas dilakukan oleh tim medis forensik untuk mengumpulkan bukti fisik yang dapat digunakan dalam proses hukum,” kata Dr. Susanto.

Sementara itu, visum biasa adalah prosedur medis yang dilakukan untuk mengidentifikasi penyebab kematian seseorang. Menurut Prof. Indra, seorang pakar forensik dari Universitas Indonesia, visum biasa dilakukan di rumah sakit atau kamar mayat.

“Visum biasa biasanya dilakukan dalam kasus kematian yang tidak terkait dengan kecelakaan lalu lintas, seperti bunuh diri atau penyakit,” jelas Prof. Indra.

Dalam proses visum kecelakaan lalu lintas, tim medis forensik akan mengumpulkan bukti fisik seperti luka dan memeriksa kondisi fisik korban. Sedangkan dalam visum biasa, tim medis forensik akan melakukan pemeriksaan internal untuk mengetahui penyebab kematian.

Namun, perbedaan utama antara visum kecelakaan lalu lintas dan visum biasa terletak pada tujuannya. Visum kecelakaan lalu lintas bertujuan untuk mengumpulkan bukti yang dapat digunakan dalam proses hukum, sedangkan visum biasa bertujuan untuk mengidentifikasi penyebab kematian seseorang.

Jadi, jika Anda atau seseorang yang Anda kenal mengalami kecelakaan lalu lintas atau meninggal dunia secara mendadak, penting untuk memahami perbedaan antara visum kecelakaan lalu lintas dan visum biasa. Kedua prosedur ini memiliki peran yang penting dalam menegakkan keadilan dan mengetahui penyebab kematian seseorang.

Sumber:

1. Dr. Susanto, RS Cipto Mangunkusumo

2. Prof. Indra, Universitas Indonesia