Kemacetan lalu lintas sudah menjadi masalah yang tidak bisa dihindari di perkotaan. Dampak kemacetan lalu lintas bagi kesehatan dan lingkungan sungguh sangat besar. Menurut data dari Kementerian Perhubungan, setiap tahunnya Indonesia mengalami kerugian ekonomi akibat kemacetan lalu lintas sebesar 65 triliun rupiah.
Salah satu dampak negatif dari kemacetan lalu lintas adalah terhadap kesehatan masyarakat. Dr. Widyastuti Soerojo, seorang dokter spesialis kesehatan masyarakat, mengatakan bahwa polusi udara akibat kendaraan bermotor yang terperangkap dalam kemacetan dapat menyebabkan masalah pernapasan, iritasi mata, dan bahkan penyakit jantung. “Kemacetan lalu lintas dapat meningkatkan risiko terkena penyakit kronis pada sistem pernapasan, terutama pada anak-anak dan lansia,” ujarnya.
Tak hanya berdampak pada kesehatan manusia, kemacetan lalu lintas juga memberikan dampak negatif pada lingkungan sekitar. Menurut Dr. Ir. Bambang Hendro Sunarminto, seorang pakar lingkungan hidup, polusi udara yang dihasilkan oleh kendaraan bermotor dapat merusak ekosistem alam dan mengancam keberlangsungan flora dan fauna. “Konsentrasi gas buang kendaraan yang tinggi dapat merusak kualitas udara dan air di sekitar jalanan yang padat lalu lintas,” katanya.
Selain itu, kemacetan lalu lintas juga berdampak pada peningkatan emisi gas rumah kaca, yang dapat menyebabkan pemanasan global dan perubahan iklim. Menurut data dari Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), tingkat emisi gas rumah kaca di perkotaan terus meningkat akibat kemacetan lalu lintas. “Kita perlu mengurangi penggunaan kendaraan pribadi dan beralih ke transportasi umum atau kendaraan ramah lingkungan untuk mengurangi dampak kemacetan lalu lintas bagi lingkungan,” ujar Dr. Ir. Bambang.
Untuk mengatasi dampak negatif kemacetan lalu lintas bagi kesehatan dan lingkungan, diperlukan kerjasama antara pemerintah, masyarakat, dan stakeholder terkait. “Penting bagi kita semua untuk meningkatkan kesadaran akan pentingnya menjaga kesehatan dan lingkungan dengan mengurangi penggunaan kendaraan pribadi dan beralih ke transportasi yang lebih ramah lingkungan,” pungkas Dr. Widyastuti.